📅 6 Juli 2025 🛤️ Bangkit dari Kepahitan

Tahun 1996, Immaculée Ilibagiza adalah seorang mahasiswa di Rwanda ketika tragedi genosida menelan lebih dari 800.000 nyawa dalam waktu tiga bulan. Ia kehilangan hampir seluruh anggota keluarganya. Selama 91 hari, Immaculée bersembunyi dalam kamar mandi sempit berukuran 1x1 meter bersama tujuh wanita lain. Dalam ketakutan dan kehancuran, ia hampir kehilangan akal sehat. Namun satu hal yang membuatnya bertahan adalah Alkitab yang diberikan ayahnya sebelum mereka terpisah. Ia mulai berdoa, membaca firman Tuhan, dan memohon kekuatan untuk memaafkan para pembunuh.

Setelah selamat, Immaculée memilih untuk tidak membalas. Ia mengampuni orang yang membunuh ibunya dan adik-adiknya. Bahkan, ia menjumpai pria itu di penjara dan berkata, “Aku memaafkanmu.” Kini, ia menjadi pembicara di seluruh dunia, menyampaikan pesan pengampunan, harapan, dan kekuatan iman.

Seperti Immaculée, Musa pun pernah terperangkap dalam kepahitan masa lalu. Ia lari dari Mesir karena kegagalannya membunuh orang Mesir. Tapi ketika ia bertemu Tuhan dalam semak duri yang menyala, arah hidupnya berubah total.

“Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru… Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun.”
— Yesaya 43:19

Saudara, kepahitan adalah rantai yang mengikat jiwa. Tapi kasih karunia Tuhan sanggup mematahkan rantai itu dan menuntun saudara ke jalan pemulihan.

Pertanyaan refleksi:
Adakah luka masa lalu atau kepahitan yang masih menghambat langkah saudara? Maukah saudara menyerahkannya kepada Tuhan hari ini?

Kalimat kunci:
Kepahitan adalah belenggu masa lalu—tapi pengampunan adalah pintu menuju masa depan yang baru bersama Tuhan. 🌅

Stay Connected

To stay up to date on everything happening at GBI Eben Haezer, subscribe to our weekly newsletter.